Laman

Selasa, 19 Juni 2012

Makalah Kehamilan Ektopik Terganggu


BAB I
PENDAHULUAN

Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga uterus, Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun,frekwensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0%-14,6%. apabila tidak diatasi atau diberikan penanganan secara tepat dan benar akan membahayakan bagi si penderita. (Winkjosastro, 2005)
Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut sebagai Kehamilan Ektopik Terganggu.
Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi di tuba (90%) terutama di ampula dan isthmus. Sangat jarang terjadi di ovarium, rongga abdomen, maupun uterus. Keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya kehamilan ektopik adalah penyakit radang panggul, pemakaian antibiotika pada penyakit radang panggul, pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim IUD (Intra Uterine Device), riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, infertilitas, kontrasepsi yang memakai progestin dan tindakan aborsi. Gejala yang muncul pada kehamilan ektopik terganggu tergantung lokasi dari implantasi. Dengan adanya implantasi dapat meningkatkan vaskularisasi di tempat tersebut dan berpotensial menimbulkan ruptur organ, terjadi perdarahan masif, infertilitas, dan kematian. Hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya angka mortalitas dan morbiditas Ibu jika tidak mendapatkan penanganan secara tepat dan cepat. (Marten,2009)
Menurut SKDI tahun 2010, proporsi kematian Ibu di Indonesia mencapai 11534 kematian. 50% kematian terjadi di 5 propinsi, 15% kematian terjadi di 14 propinsi. Kematian maternal disebabkan karena perdarahan dan eklampsia. Angka kematian ibu menurun dari 307 per 100.000 KH pada tahun 2002 menjadi 228 per 100.000 KH pada tahun 2007 (SDKI) . Target tahun 2014 adalah 110 per 100.000 KH. (Yasir, 2011).
Kehamilan ektopik merupakan salah satu kehamilan yang berakhir abortus, dan sekitar 16 % kematian oleh sebab perdarahan dalam kehamilan dilaporkan disebabkan oleh kehamilan ektopik yang pecah. Kehamilan ektopik terjadi apabila hasil konsepsi berimplantasi, tumbuh dan berkembang di luar endometrium normal. Kehamilan ektopik ini merupakan kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan berhubung dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi apabila Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) dimana terjadi abortus maupun ruptur tuba. Abortus dan ruptur tuba menimbulkan perdarahan ke dalam kavum abdominalis yang bila cukup banyak dapat menyebabkan hipotensi berat atau syok. Bila tidak atau terlambat mendapat penanganan yang tepat penderita akan meninggal akibat kehilangan darah yang sangat banyak. (Admin,2008)























BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1     Kehamilan Normal
2.1.1  Syarat Terjadinya Kehamilan
1.    Sperma suami yang bentuknya normal, aktif dan dapat membuahi sel telur.
2.    Ovulasi ( keluarnya ovum dari ovarium secara teratur).
3.    Sperma harus cepat bergerak di sepanjang saluran reproduksi dan semua saluran harus dari hambatan supaya bisa bertemu dan bersatu (pembuahan) dengan ovum.
4.    Telur yang sudah dibuahi /embrio harus dapat ditanam dalam dinding rahim (endometrium) dan kemudian tumbuh/implantasi.
5.    Tuba falopi tidak boleh tersumbat.
6.    Hubungan intim harus dilakukan sesaat sebelum atau pada saat ovulasi untuk memungkinkan sperma membuahi telur.
7.    Lendir leher rahim (serviks) tidak menolak sperma atau alergi sperma
              (Sardjito,2009 - Biohealthworld,2010)
2.1.2 Proses Terjadinya Kehamilan
Tiap semprotan air mani mengandung ±100-200 juta sperma. Hanya satu yang berhasil menembus indung telur dan membuahi sel telur. Ini merupakan salah satu bentuk seleksi alam untuk memilih bibit terbaik. Apabila pembuahan/fertilisasi berhasil, satu sel telur tersebut berukuran 0.2 mm terus berkembang biak menjadi zigot dan berpindah ke dalam rahim. Hari 1 zigot merubah secara mitosis dan membentuk blastomer. Hari 3 blastomer membentuk bola sel disebut morula. Hari 4 cairan dari cavum uteri menetrasi morula-morula membentuk cairan memenuhi ruangan, mendorong innerscell mass ke satu bagian dan merubah morula menjadi blastulla. Hari 4 -5 blastula gerak bebas dalam cavum uteri. Hari 5 zona pellusida berdegenerasi dan berimplantasi pada dinding uteri. Cikal bakal organ tubuh penting seperti jantung, pembuluh darah, otot, dll sudah mulai terbentuk. Plasenta (ari-ari) yang berfungsi menyelimuti janin selama proses kehamilan juga sudah mulai terbentuk. Hari 6 bagian luas blastula menjadi trofoblas dan mampu menghancurkan serta mencairkan jaringan menuju endometrium. Hari 7 menempel/implantasi ke desidua. Proses tertanamnya hasil konsepsi ke dalam endometrium disebut nidasi. Tempat nidasi biasanya di dinding depan atau belakang fundus uteri. Setelah itu hasil konsepsi berkembang dan tumbuh menjadi janin.
(Winkjosastro, 2005 - Admin,2008)
2.2         Kehamilan Ektopik Terganggu
2.2.1 Pengertian
1.    Kehamilan Ektopik ialah kehamilan dimana sel telur setelah dibuahi (fertilisasi)  berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri. (Saifuddin, 2008 - Winkjosastro, 2005 - Cunningham, 2006)
2.    Kehamilan Ektopik ialah penanaman blastosit yang berlangsung di manapun kecuali di endometrium yang melapisi ronggo uterus. (Helen Varney, 2007)
3.    Kehamilan Ektopik Terganggu ialah kehamilan ektopik yang mengalami abortus atau ruptur apabila masa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi misalnya tuba. (Saifuddin, 2008)
2.2.2   Etiologi
1.        Faktor dalam lumen tuba
a.    Endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping, sehingga lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu.
b.    Hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini sering disertai gangguan fungsi silia endosalping.
c.    Operasi plastik dan stenlilasi yang tidak sempurna dapat menjadi sebab lumen tuba menyempit.
2.        Faktor pada dinding tuba
a.    Endometriosis tuba (tuba tertekuk) dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba.
b.    Divertikel tuba kongenital atau ostium asesorius tubae dapat menahan telur yang dibuahi di tempat itu.
3.        Faktor diluar dinding tuba
a.    Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat perjalanan telur.
b.    Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.
4.        Faktor lain
a.    Migrasi luar ovum yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau sebaliknya dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus. Pertumbuhan yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi prematur.
b.    Fertilisasi in vitro ( pembuahan sel telur dalam kondisi laboratorium, sel telur yang sudah di buahi itu kemudian ditempatkan di dalam rahim wanita).
5.        Bekas radang pada tuba
6.        Kelainan bawaan tuba
7.        Gangguan fisiologik tuba karena pengaruh hormonal
8.        Operasi plastik/riwayat pembedahan pada tuba
9.        Abortus buatan
10.    Riwayat kehamilan ektopik yang lalu
11.    Infeksi pasca abortus
12.    Apendisitis
13.    Infeksi pelvis
14.    Alat kontrasepsi dalam rahim (IUD)
( Winkjosastro, 2005 - Helen Varney, 2007 - Cunningham, 2006)
2.2.3 Tempat Implantasi
Menurut lokasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa golongan :
1.        Tuba fallopii
a.    Pars interstisialis
b.    Isthmus
c.    Ampulla
d.   Infundibulum
e.    Fimbria
2.        Uterus
a.    Kanalis servikalis
b.    Divertikulum
c.    Kornua
d.   Tanduk rudimenter
3.        Serviks
4.        Ovarium
5.        Intra ligamenter
6.        Abdoment
(Winkjosastro, 2005 - Helen Varney, 2007)
2.2.4 Patologi
1.        Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi. Pada implantasi kolumner ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total.
2.        Abortus ke dalam lumen tuba. Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi corialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis.
3.        Ruptur dinding tuba. Penyebab ruptur yaitu penembusan villi coriolis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritonium.
(Hanifa Winkjosastro, 2005)
2.2.5   Gejala Klinik

Kehamilan Ektopik yang Tidak Ruptur
Kehamilan Ektopik yang Ruptur
1.      Gejala awal kehamilan (bercak-bercak atau perdarahan yang tidak teratur, perdarahan pervaginam,  amenorea, mual, pembengkakan payudara, vagina dan serviks menjadi kebiruan, perlunakan serviks, uterus sedikit membesar, peningkatan frekuensi berkemih)
2.      Nyeri abdomen dan panggul
1.        Pucat
2.        Kolaps dan kesadaran menurun/ lemah
3.        Denyut nasi cepat dan lemah (110x/menit atau lebih)
4.        Hipotensi
5.        Syok Hipovolemia
6.        Nyeri akut pada abdomen dan panggul
7.        Distensi abdomen
8.        Nyeri tekan yang memantuk
9.        Nyeri goyang portio
10.    Perut kembung (adanya cairan bebas intra abdomen)
11.    Ruptur tuba

( Winkjosastro, 2005 - Saifuddin, 2008  -  Helen Varney, 2007 -  Pamilih, 2006 )
2.2.6 Diagnosis
Penegakan diagnosis pada kehamilan ektopik belum terganggu sangat sukar, maka memerlukan alat bantu diagnostik yaitu :
1.        Ultrasonografi (apabila ditemukan kantong gestasi diluar uterus yang didalamnya tampak denyut jantung janin)
2.        Laparoskopi (hanya digunakan sebagai alat bantu diagnosti terakhir untuk kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan)
3.        Kuldoskopi (cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah atau cairan lain).
Sedangkan penegakan diagnosis kehamilan ektopik terganggu dilakukan melalui :
1.        Anamnesis
Bisa ditemukan haid terlambat, nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, perdarahan pervaginam setelah nyeri perut bagian bawah.
2.        Pemeriksaan umum
Penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahn dalam rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan.
3.        Pemeriksaan ginekologi
Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks mungkin bisa nyeri. Bila uetrus dapat teraba maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.
4.        Pemeriksaan laboratorium
Pengukuran hemaglobin, hematokrit, dan hitung lekosit serta kadar gonadotropin kronik dan progesteron serum.
5.        Dilatasi dan kerokan
Pada umumnya dilatasi dan kerokan untuk menunjang diagnosis kehamilan ektopik tidak dianjurkan.
6.        Kuldosentesis
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk apakah dalam cavum douglas ada darah atau cairan lain. Cara ini untuk mengidentifikasi hemoperitoneum.
7.        Ultrasonografi
Ultrasonografi berguna dalam diagnostik kehamilan ektopik. Diagnostik pasti ialah apabila ditemukan kantunng gestasi di luar uterus yang di dalanya tampak denyut janin.
8.        Laparoskopi
Pemeriksaan bagian perut dengan bantuan LAPA-ROSCOPE (alat untuk memeriksa rongga perut). Laparaskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk kehamilan ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan.
9.        β-hCG serum kuantitatif plus sonografi
bila kehamilan didiagnosis seorang wanita dengan hemodinamika stabil yang dicurigai mengalami kehamilan ektopik, penatalaksanaan berikutnya didasarkan pada nilai β-hCG serum serial dan sonografi.
10.    Kuretase
Diferensiasi antara abortus imminens atau incomplet dangan kehamilan tuba pada banyak kasus dapat dilakukan dengan kuretase rawat jalan.
11.    Laparatomi
Tindakan lebih disukai jika wanita tersebut secara hemodinamik tidak stabil, atau kalau tidak mungkin dilakukan laparaskopi.
      (Wiknjosastro, 2005 – Cunningham, 2006)
2.2.7 Penanganan
1.        Upaya stabilisasi dengan merestorasi cairan tubuh dengan larutan kristaloid NS atau RL (500ml dalam 15 menit pertama) atau 2 L dalam 2 jam pertama.
2.        Kemoterapi. Kriteria khusus diobati dengan cara ini kehamilan di pars ampullaris tuba belum pecah, diameter kantung gestasi ≤ 4 cm, perdarahan dalam rongga perut ≤ 100ml, tanda vital baik dan stabil. Obat yang digunakan metotrexate 1mg/kg IV dan sitrovorum vactor 0,1mg/kg IM berselang-seling setiap hari selama 8 hari.
3.        Kuretase.
4.        Laparatomi. Memperhatikan berbagai hal diantaranya kondisi penderita, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomik organ pelvik, kemampuan teknik bedah micro dokter operator, dan kemampuan teknologi fertilisasi in vitro setempat.
5.        Salpingektomia. Pada kondisi yang buruk seperti syok.
(Wiknjosastro, 2005 - Saifuddin, 2008)
2.2.8 Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Tetapi, bila pertolongan terlambat, angka kematian dapat tinggi. (Wiknjosastro, 2005)

 
DAFTAR PUSTAKA

Admin.Awal Proses Kehamilan.2008.

Biohealth.Syarat-syarat Terjadinya Kehamilan.

Cunningham, F.Gary.Obstretri Williams.Edisi 21.(2006).Jakarta.EGC.Halaman 983-1007.

Ndona, Marten.Askep Kehamilan Ektopik Terganggu.2009.

Pamilih.Buku saku Manajemen Komplikasi Kehamilan dan Persalinan.(2006).Jakarta.EGC.Halaman 96-8.

Saifuddin, Abdul Bari.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.(2008).Jakarta.Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Halaman 152-56.

Sardjito.Syarat Terjadinya Kehamilan.2009.

Varney, Hellen.Buku Ajar Asuhan Kebidanan.Edisi 4.(2007).Jakarta.EGC.Halaman 606-7.

Winkjosastro, Hanifa.Ilmu Bedah Kebidanan.(2005).Jakarta.Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Halaman 199-214.

Winkjosastro, Hanifa.Ilmu Kebidanan.(2005).Jakarta.Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Halaman 323-37.

Winkjosastro, Hanifa.Ilmu Kandungan.(2005).Jakarta.Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Halaman 250-60.

Yasir, Muhammad.Angka Kematian Ibu, Bayi, Balita Indonesia 2011.2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar