BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Masa nifas adalah
masa sesudah persalinan yang di perlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan
yang lamanya 6 – 8 mgg, sedangkan yang terpenting dalam nifas adalah masa
involusi dan laktasi. Asuhan pada masa nifas diperlukan karena masa ini
merupakan masa kritis baik ibu maupun janin.
Perawatan masa
nifas sangat di perlukan untuk mencegah dan mendeteksi adanya komplikasi yang
terjadi setelah persalinan ,antara lain perdarahan, infeksi, dan gangguan
psikologis. Dengan latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengangkat
kasus bendungan ASI
1.2
Tujuan
1.2.1
Tujuan Umum
Mengembangkan
pola pikir dan menambah pengetahuan serta untuk memperoleh pengalaman nyaa dan
teori yang selama ini diperoleh dalam melaksanakan Asuhan Kebidanan.
1.2.2
Tujuan Khusus
Mampu
memberikan dan melaksanakan Asuhan Kebidanan dengan 7 langkah Varney, antara
lain:
1.
Melakukan pengkajian
2.
Membuat analisa data dan diagnosa
masalah
3.
Mengantisipasi diagnosa dan masalah
potensial
4.
Mengidentifikasi kebutuhan segera
5.
Menyusun rencana Asuhan Kebidanan sesuai
dengan diagnosa / masalah
6.
Memberikan Asuhan Kebidanan sesuai
rencana
7.
Mengevaluasi pelaksanaan Asuhan
Kebidanan.
1.3
Metode Penulisan
Metode
Penulisan Dalam penulisan laporan kasus ini, penulis menggunakan metode
penulisan secara deskriptif dengan pendekatan studi kasus melalui teknik
sebagai berikut :
1.
Anamnesa / wawancara
Yaitu
mengumpulkan data dengan cara tanya jawab secara langsung dengan pasien dan
keluarganya juga kepada petugas kesehatan setempat.
2.
Studi Kepustakaan
Mempelajari
buku-buku yang berkaitan dengan judul makalah di atas yaitu nifas normal.
3.
Observasi
Melakukan
pengamatan dalam melakukan asuhan kebidanan secara langsung kepada pasien.
4.
Dokumentasi
Teknik
pengumpulan data dengan cara mempelajari sehingga dapat dijadikan pendukung
selama menganalisa data
1.4
Sistematika
Penulisan
BAB
1 PENDAHULUAN
Meliputi latar belakang, tujuan
penulisan, metode penulisan dan sitematika penulisan.
BAB
2 TINJAUAN PUSTAKA
Meliputi
landasan teori
BAB 3 PENUTUP
Meliputi
kesimpulan dan saran
BAB
2
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Masa Nifas
2.1.1 Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) dimulai
setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti
keadaan sebelum hamil. Masa ini berlangsung selama 6-8 minggu (Saifuddin, 2005).
2.1.2 Tujuan Asuhan Masa Nifas
1.
Menjaga kesehatan ibu dan
bayinya, baik fisik maupun psikologik.
2.
Mendeteksi masalah, mengobati
atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
3.
Memberikan pendidikan kesehatan
tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui,
pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
4.
Memberikan pelayanan keluarga
berencana.
(Winkjosastro, 2006)
2.1.3 Program dan Kebijakan Teknis dalam Asuhan Masa Nifas
Pada masa nifas
dilakukan paling sedikit 4 kali kunjungan, yang dilakukan untuk menilai status
ibu dan bayi baru lahir, untuk mencegah,
mendeteksi dan menangani masalah yang terjadi. Kunjungan pertama
dilakukan pada 6-8 jam setelah persalinan. Kunjungan ini dilakukan dengan
tujuan mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri. Mendeteksi dan
merawat penyebab perdarahan dan merujuk bila perdarahan berlanjut. Memberikan
konseling kepada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah
perdarahan masa nifas karena atonia uteri. Pemberian ASI membantu proses
hubungan antara ibu dan bayi baru lahir, serta menjaga bayi tetap sehat dengan
cara mencegah hipotermi (Winkjosastro dkk,2006).
Kunjungan kedua,
dilakukan pada 6 hari setelah persalinan. Kunjungan ini dilakukan dengan tujuan
untuk memastikan involusi uterus berjalan normal, yaitu uterus berkontraksi dan
fundus di bawah umbilikus. Menilai adanya tanda infeksi atau perdarahan
abnormal. Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat. Memastikan
ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda penyulit. Memberikan
konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap
hangat dan merawat bayi.
Kunjungan
ketiga dilakukan pada dua minggu setelah persalinan, yang mana kunjungan ini
tujuannya sama dengan kunjungan yang kedua. Setelah kunjungan ketiga maka
dilakukanlah kunjungan pada 6 minggu setelah persalinan yang merupakan kujungan
terakhir selama masa nifas, yang mana kunjungan ini bertujuan untuk menanyakan
pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ibu atau bayi alami, juga memberikan
konseling untuk mendapatkan pelayanan KB secara dini. (Saifuddin et al, 2005).
2.1.4
Perubahan
pada Masa Nifas
1.
Perubahan fisik berupa
pengeluaran lokea, bekas implantasi uri, luka perineum, nyeri abdomen bagian
suprapubik, tanda vital meliputi tekanan darah, denyut nadi, pernafasan dan
suhu, perubahan servik, dan ligamen.
a.
Lokea
Dengan
adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari desidua yang mengelilingi
selaput plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama
dengan sisa cairan. Campuran antara darah dan desidua tersebut dinamakan lokea,
yang biasanya berwarna merah muda atau putih pucat. Lokea adalah ekskresi
cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/ alkalis yang dapat
membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada
vagina normal. Lokea mempunyai bau yang amis meskipun tidak terlalu menyengat
dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Secret mikroskopik lokea terdiri
dari eritrosit, peluruhan decidua,
sel epitel dan bakteri. Lokea mengalami perubahan karena proses involusi.
Pengeluaran Lokia dapat dibagi
berdasarkan waktu dan warnanya diantaranya :
1)
Lokea rubra/ merah
(kruenta), lokea ini muncul pada hari pertama sampai hari ketiga masa
postpartum. Sesuai dengan namanya, warnanya biasanya merah dan mengandung darah
dari perobekan/ luka pada plasenta dan serabut dari decidua dan chorion.
Terdiri dari sel desidua, verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekoneum
dan sisa darah.
2)
Lokea serosa, lokea ini
muncul pada hari kelima sampai kesembilan postpartum. Warnanya biasanya
kekuningan atau kecokelatan. Lokea ini terdiri dari lebih sedikit darah dan
lebih banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta.
3)
Lokea alba, lokia ini muncul lebih dari hari
ke-sepuluh postpartum. Warnanya lebih pucat, putih kekuningan dan lebih banyak
mengandung leukosit, selaput lender, serviks dan serabut jaringan yang mati
(Sekolah Bidan, 2008).
Bila pengeluaran lokia tidak lancar maka
disebut lochiastasis. Kalau lokea tetap berwarna merah setelah
2 minggu ada kemungkinan tertinggalnya sisa plasenta atau karena involusi yang
kurang sempurna
yang
sering disebabkan retroflexio uteri.
Lokea mempunyai suatu karakteristik bau yang tidak sama dengan sekret
menstrual. Bau yang paling
kuat pada lokea serosa dan harus dibedakan juga dengan bau yang menandakan
infeksi (Sekolah Bidan, 2008).
Lokea disekresikan dalam jumlah banyak pada
awal jam pertama postpartum yang
selanjutnya akan berkurang sejumlah besar sebagai lokea rubra, sejumlah kecil
sebagai lokea serosa dan sejumlah lebih sedikit lagi lokia alba. Umumnya jumlah
lokea lebih sedikit bila wanita postpartum berada dalam posisi berbaring
daripada berdiri. Hal ini terjadi akibat pembuangan bersatu di vagina bagian
atas manakala wanita dalam posisi berbaring dan kemudian akan mengalir keluar
manakala dia berdiri. Total jumlah lokea yang dikeluarkan sekitar 240 hingga 270 ml (Varney’s Midwifery,
2004).
b.
Bekas Implantasi Uri
Placenta
bed mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kavum uteri dengan diameter
7,5 cm. Sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm, pada minggu ke enam 2,4 cm dan
akhirnya pulih (Mochtar, R, 2002).
c.
Robekan Perineum
Luka pada jalan lahir seperti bekas episiotomi
yang telah dijahit, luka pada vagina dan serviks, umumnya (bila tidak seberapa
luas) akan sembuh dalam 6 – 7 hari bila tidak disertai infeksi. Infeksi mungkin
mengakibatkan sellulitis yang dapat menjalar sampai terjadi keadaan sepsis
(Mochtar, R, 2002).
d.
Rasa Sakit
Rasa
sakit yang disebut after pains (merian atau mules-mules) adalah
disebabkan kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2 – 4 hari pasca persalinan.
Perasaan mules ini lebih terasa bila wanita tersebut sedang menyusui. Perasaan
sakit itupun timbul bila masih terdapat sisa selaput ketuban, sisa plasenta,
atau gumpalan darah di dalam kavum uteri. Hal ini diberikan pengertian pada ibu
ini jika sampai mengganggu dapat
diberikan obat anti sakit dan obat anti mules (Wiknjosastro, 2006).
e.
Tanda-tanda Vital
Suhu
badan wanita in partus tidak lebih dari 37,2° Celcius. Sesudah partus dapat
naik + 0,5° Celcius dari keadaan
normal, tetap tidak melebihi 38,0° Celcius.
Sesudah 12 jam pertama melahirkan, umumnya suhu badan akan kembali normal. Bila
suhu badan lebih dari 38,0° Celcius,
mungkin ada infeksi. Nadi berkisar umumnya antara 60 – 80 denyutan per menit.
Segera setelah partus dapat terjadi bradikardia. Bila terjadi takikardia
sedangkan badan tidak panas, mungkin ada perdarahan berlebihan. Pada masa nifas
umumnya denyut nadi lebih labil dibandingkan dengan suhu badan. Pada beberapa
kasus ditemukan keadaan hipertensi postpartum. Tetapi ini akan menghilang
dengan sendirinya apabila tidak terdapat penyakit lain yang menyertainya dalam
waktu ± 2 bulan tanpa pengobatan (Wiknjosastro, 2006).
f.
Servik
Setelah
persalinan bentuk servik masih sedikit berdilatasi seperti corong berwarna
merah kehitaman, konsistennya lunak. Kadang terdapat laserasi. Setelah bayi
lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2
– 3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari (Mochtar, R, 2002).
g.
Ligamen
Ligamen,
fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah
bayi lahir secara berangsur mengecil dan pulih kembali sehingga
tidak jarang uterus ke belakang dan menjadi retrofleksi, karena
ligamentum rotundum menjadi kendor
(Mochtar, R, 2002).
2.
Perubahan Psikologi
Gangguan
psikologis yang sering terjadi pada masa nifas yaitu:
a.
Post partum blues,
merupakan gangguan psikologis yang ditandai dengan kesedihan atau kemurungan
setelah melahirkan, biasanya hanya muncul sementara waktu yakni sekitar dua
hari hingga dua minggu sejak kelahiran bayi ditandai dengan gejalagejala: cemas
tanpa sebab, menangis tanpa sebab, tidak percaya diri, sensitif, mudah
tersinggung dan merasa kurang menyayangi bayinya;
b.
Post partum syndrome
(pps), merupakan gangguan psikologis yang
ditandai dengan kesedihan dan kemurungan yang biasa bertahan satu sampai dua
tahun;
c.
Depresi post partum,
ibu yang merasakan kesedihan, kebebasan, interaksi sosial, dan kemandiriannya
berkurang. Gejalanya : sulit tidur, nafsu makan hilang, perasaan tidak berdaya
atau kehilangan kontrol (Huliana, M, 2003).
Dalam
menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase sebagai berikut
(Huliana, M, 2003):
a.
Fase taking in yaitu
periode ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua
setelah melahirkan. Pada saat itu, fokus perhatian ibu terutama pada dirinya
sendiri. Pengalaman secara persalinan sering berulangkali diceritakan.
b.
Fase taking hold yaitu
periode yang berlangsung antara 3 – 10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini
ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab dalam merawat
bayinya. Selain itu, perasaan ibu sangat sensitif sehingga mudah tersinggung
jika komunikasinya kurang dijaga. Oleh sebab itu, ibu memerlukan dukungan
karena saat ini merupakan kesempatan yang baik menerima berbagai penyuluhan
dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri.
c.
Fase letting go merupakan
fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung sepuluh hari
setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan
bayinya. Pada fase ini sudah ada keinginan tinggi untuk merawat bayinya.
2.1.5
Perawatan
Paska Persalinan
Menurut
Mochtar (2002) perawatan masa nifas meliputi :
1.
Mobilisasi
Karena
lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur terlentang selama 8 jam
paska persalinan. Kemudian boleh miring kanan dan miring kiri untuk mencegah
terjadinya trombosis dan tromboemboli. Pada hari ke 2 duduk, hari
ke 3 exercise, hari ke 4-5 sudah
diperbolehkan pulang. Mobilisasi diatas mempunyai variasi, bergantung pada
komplikasi persalinan, nifas dan penyembuhan luka.
2.
Diet
Makanan
harus bermutu, bergizi dan cukup kalori. Sebaiknya mengkonsumsi makanan yang
mengandung protein, banyak cairan, serat dan vitamin.
3.
Miksi
Hendaknya
miksi dapat dilakukan sendiri secepatnya. Terkadang wanita mengalami sulit
kencing, karena sfingter uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh
iritasi M.sphincter ani selama persalinan, juga karena adanya distensi kandung
kemih yang terjadi selama persalinan. Kandung kemih penuh dan wanita sulit
kencing, sebaiknya dilakukan katererisasi.
4.
Defekasi
Buang
air besar harus dilakukan 3 – 4 hari paska persalinan. Bila masih sulit buang
air besar dan terjadi obstipasi dapat diberikan obat pencahar per oral atau
supositoria.
5.
Perawatan payudara (mammae)
Perawatan
mammae telah dimulai sejak wanita hamil supaya punting susu lemas, tidak keras
dan kering, sebagai persiapan untuk menyusui bayinya. Bila bayi meninggal,
laktasi harus dihentikan dengan cara :
a.
pembalutan mammae
sampai tertekan
b.
pemberian obat
esterogen untuk supresi LH seperti tablet lynoral
dan parlodel. Dianjurkan sekali
menyusukan bayinya karena sangat baik untuk kesehatan bayinya.
6.
Laktasi
Untuk menghadapi masa laktasi sejak dari
kehamilan telah terjadi perubahan pada kelenjar mamma yaitu :
a.
Proliferasi jaringan pada
kelenjar mamae, alveoli dan jaringan lemak bertambah.
b.
Keluar cairan kolostrum
dari duktus laktiferus disebut kolostrum bewarna kekuningan.
c.
Hipervasularisasi pada
permukaan dan bagian dalam dimana seluruh vena berdilatasi sehingga tampak
jelas.
d.
Setelah persalinan
pengaruh supresi estrogen dan progesteron hilang. Maka timbul pengaruh lactogenic
hormone (LH) atau prolaktin yang akan merangsang air susu. Di samping itu
pengaruh oksitosin menyebabkan mio-epitel kelenjar susu berkontraksi sehingga
air susu keluar. Produksi akan banyak sesudah 2-3 hari postpartum. kontraksinya
buruk , sakit pada punggung atau nyeri pada pelvik yang persisten , perdarahan
pervagina abnormal seperti perdarahan segar, lochea rubra banyak, persisten,
dan berbau busuk ( Barbara, 2004 ).
2.2
Konsep Bendungan ASI
2.2.1 Definisi
Bendungan ASI
adalah pembendungan air susu karena penyempitan duktus laktiferi atau oleh
kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada
putting susu. Bendungan air susu adalah terjadinya pembengkakan pada payudara karena
peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa
nyeri disertai kenaikan suhu badan. (Sarwono, 2005).
Payudara terasa lebih penuh tegang dan
nyeri terjadi pada hari ketiga atau hari ke empat pasca persalinan disebakan
oleh bendungan vera edan pembuluh dasar bening. Hal ini semua merupakan bahwa
tanda asi mulai banyak di sekresi, namun pengeluaran belum lancar.
Bila nyeri ibu tidak mau menyusui
keadaan ini akan berlanjut, asi yang disekresi akan menumpuk sehingga payudara
bertambah tegang. Gelanggang susu menonjol dan putting menjadi lebih getar.
Bayi menjadi sulit menyusu. Pada saat ini payudara akan lebih meningkat, ibu
demam dan payudara terasa nyeri tekan (oserty patologi: 196) Saluran tersumbat
= obstructed duct = caked brecs t. terjadi statis pada saluran asi (ductus
akhferus) secara local sehingga timbul benjolan local (Wiknjosastro, 2006).
2.2.2 Faktor
Penyebab Bendungan ASI
Beberapa
faktor yang dapat menyebabkan bendungan ASI, yaitu:
1. Pengosongan mamae yang tidak sempurna
Dalam
masa laktasi, terjadi peningkatan produksi ASI pada Ibu yang produksi ASI-nya
berlebihan. apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu, & payudara
tidak dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI di dalam payudara. Sisa ASI
tersebut jika tidak dikeluarkan dapat menimbulkan bendungan ASI.
2. Faktor hisapan bayi yang tidak aktif
Pada
masa laktasi, bila Ibu tidak menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi
tidak aktif mengisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI.
3. Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar
Teknik
yang salah dalam menyusui dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet dan
menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusu. Akibatnya Ibu tidak mau menyusui
bayinya dan terjadi bendungan ASI.
4. Puting susu terbenam
Puting
susu yang terbenam akan menyulitkan bayi dalam menyusu. Karena bayi tidak dapat
menghisap puting dan areola, bayi tidak mau menyusu dan akibatnya terjadi
bendungan ASI.
5. Puting susu terlalu panjang
Puting
susu yang panjang menimbulkan kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi
tidak dapat menghisap areola dan merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan
ASI. Akibatnya ASI tertahan dan menimbulkan bendungan ASI.
2.2.3 Gejala
Bendungan ASI
Gejala
yang dirasakan ibu apabila terjadi bendungan ASI adalah :
1.
Bengkak pada payudara
2.
Payudara terasa keras
3.
Payudara terasa panas dan nyeri
(Saifuddin, 2005)
2.2.4 Pencegahan
1. Menyusui
secara dini, susui bayi segera mungkin (sebelum 30 menit) setelah dilahirkan
2. Susui
bayi tanpa dijadwal (on demand)
3. Keluarkan
asi dengan tangga atau pompa bila produksi melebihi kebutuhan bayi
4. Perawawatan
payudara pasca persalinan (obserti patologi 169)
5. Menyusui
yang sering
6. Memakai
kantong yang memadai
7. Hindari
tekanan local pada payudara
(Wiknjosastro,
2006)
2.2.5 Penatalaksanaan
1. Kompres
air hangat agar payudara menjadi lebih lembek
2. Keluarkan
asi sebelum menyusui sehingga asi keluar lebih mudah ditangkap dan di isap oleh
bayi
3. Sesudah
bayi kenyang keluarkan sisa ASI
4. Untuk
mengurangi ras sakit pada payudara berikan kompres dingin
5. Untuk
mengurangi statis di vena dan pembuluh dara getah benih dilakukan pengurutan
(marase) payudara yang dimulai dari putting kearah korpus
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masa Nifas merupakan proses pulihnya kembali alat-alat
kandungan seperti keadaan sebelum hamil, proses pengambilan data, pemeriksaan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi berjalan lancar. Tingkat pencapaian tujuan dan kesembuhan klien akan
berhasil bila klien aktif dan ada dukungan dari keluarga.
3.2
Saran
1. Tenaga
Kesehatan
a. Diharapkan
petugas kesehatan lebih meningkatkan konseling tentang menyusui secara
eksklusif.
b. Diharapkan
petugas kesehatan bisa mempertahankan pelayanan kebidanan yang sudah memenuhi
standart.
2.
Pasien
a.
Diharapkan
pasien aktif bertanya kepada petugas meskipun belum ada keluhan.
b.
Hendaknya
pasien secara rutin control ke petugas kesehatan
DAFTAR
PUSTAKA
Ambarwati, Eny
Retna, S.SiT, M.Kes dan Diah Wulandari , SST, M.Keb. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta, Nuha Medika.
Dewi, Vivian dan
Tri Sunarsih. 2011. Asuhan Kebidanan Pada
Ibu Nifas. Jakarta, Salemba Medika.
Mochtar, Rustam.
2002. Sinopsis Obstetri. Jakarta :
EGC
Mansjuer, Arif.
2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta
: Medika Aesculap FKUI.
Manuaba. Ida
Bagus Gdc. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit
Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
Saifudin , Abdul
Bari. 2005. Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBPSP
Wiknjosastro .
2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta :YBPSP
makalahnya bermanfaat banget, trimakasih ya kakak :)
BalasHapusiya sama2
BalasHapus